Selasa 17
desember 2013, aku pergi ke kampung halaman dengan tujuan liburan dan berencana kembali
ke tempat dimana aku tinggal pada hari Minggu 5 januari 2014. Setelah berada
disana sekitar 3 minggu, aku kembali. Sebelumnya aku memang menikmati liburan
yang sangat jarang ku lakukan setiap tahun. Namun, tanggal 4 januari 2014 aku
mengalami hal yang tak pernah aku duga sebelumnya. Memang tidak parah apa yang
sedang aku alami ini, namun hal itu sangat menggangguku yaitu sakit. Tak pernah
ku sangka akan seperti ini, padahal sebelumnya aku tidak apa-apa. 5 januari
2014, sekitar pukul 04.00 WIB badanku mulai terasa sangat panas. Tidurku tidak
nyenyak, aku harus selalu bangun dan berubah posisi untuk mendapatkan
kenyamanan karena pada waktu itu aku terpaksa tidur bertiga dengan kedua orang
tuaku yang saat itu sedang menginap ditempat salah satu saudara. 04.55 WIB, aku
dibangunkan oleh suara adzan yang mengajakku untuk menunaikan ibadah shalat subuh.
Apa daya, untuk membuka mataku aku tak sanggup apalagi membuat tubuhku bergerak
bangun. 05.15 WIB, aku berusaha untuk membuka mataku dan bangun tetapi yang hanya bisa ku lakukan hanyalah
membuka mata sambil berusaha membuatku berpindah dari tempat tidur yang nyaman
itu. 05.45 WIB, akhirnya aku bisa bangun dan melaksanakan shalat. Sebelum
melaksanakan shalat, aku pergi ke kamar mandi lalu membasahi tubuhku dengan air
yang tidak begitu hangat. Air itu sudah disiapkan oleh ibu yang sudah terlebih
dahulu bangun. Setelah selesai dari kamar mandi dan mengenakan pakaian yang
telah disiapkan, aku pun mulai melaksanakan shalat. Dalam shalatku aku berharap
agar sakit yang kualami ini tidak akan mengganggu saat dalam perjalanan nanti.
Kurapikan mukena yang telah aku gunakan tadi dan meletakkannya di tempat semula
lalu pergi ke belakang untuk mengambil sarapan yang telah disiapkan oleh
seorang wanita muda yang kebetulan bekerja di rumah saudaraku. Mungkin bagi
yang sehat, sarapan dengan satu sendok nasi bahkan dikurangi lagi itu akan
terlihat sangat sedikit. Namun bagiku itu sudah terasa sangat banyak ditambah
sayur yang aku makan, sedikit terasa pahit dalam mulutku tetapi aku harus makan
agar saat dalam perjalanan nanti bisa kuat berjalan. 06.30 WIB, perjalananku
pun dimulai dengan menggunakan mobil yang sudah disediakan dengan seorang sopir
yang tak lain adalah kakak sepupuku yang dengan senang hati bersedia
mengantarku ke bandara. Aku menempuh perjalanan sekitar 30 menit, banyak
makanan yang disuguhkan kepadaku namun aku tak ingin memakannya. Bukan karena
tidak ingin atau takut merepotkan orang lain, hanya saja lidahku sudah
menolaknya sebelum aku mengambilnya. 07.02 WIB, aku tiba di bandara dengan
membawa barang-barang bawaan yang sangat berat. Lelah rasanya, bukan karena
beban yang berat atau terlalu lama dalam kendaraan. Rasa sakit yang menyerang
tubuhku membuatku tak kuat mengangkat barang, jangankan barang-barang itu
kakiku pun tak sanggup ku angkat untuk melangkah. 07.30 WIB, dalam antrian yang
sangat panjang itu aku terpaksa berdiri dan melawan rasa lelah itu. Sambil
melihat pengunjung yang datang silih berganti, membuat rasa bosan dan penatku
hilang. Anggap saja itu hiburan untuk saat ini, pikirku. 07.45 WIB, panggilan
untuk segera menaiki pesawat yang akan ku naiki sudah terdengar. Aku dan
beberapa orang yang akan pergi dengan tujuan yang sama panik. Dalam kepanikan
yang tak jelas itu, aku baru ingat aku membuat orang yang mengantarku menunggu
diluar gedung. Padahal sebelumnya ibu ku sudah berjanji akan perpamitan sebelum
berangkat. Akhirnya, bapakku memutuskan untuk berpamitan hanya melalui telepon.
Dalam keadaan terdesak itu untuk kedua kalinya aku terpaksa berdiri dan
menunggu untuk waktu yang lama. Setelah selesai urusan yang amat penting itu,
aku pergi ke pesawat. Betapa terkejutnya aku ternyata baru sedikit penumpang
yang ada, kuberikan pertanyaan atas ketidaktahuanku itu kepada bapakku. Panggilan mendesak yang seharusnya
berangkat pukul 08.00 WIB itu bertujuan agar penumpang tidak terlalu lama
menunggu di ruang tunggu. Tiba saat lepas landas, aku berharap perjalananku lekas
dimulai. Ternyata itu hanya sekedar pemberitahuan, pada kenyataannya itu
berlangsung hampir 30 menit untuk lepas landas. Pesawat pun mulai membentangkan
sayapnya dan terbang tinggi. 2 jam perjalanan yang harus ditempuh selama di
udara, hawa dingin yang menusuk tak terelakkan lagi. AC pesawat yang menyala
telah dimatikan, namun hawa dingin yang menusuk itu tetap ada. Sesekali
matahari lewat untuk memancarkan cahaya dan panasnya masuk melalui jendela
pesawat yang telah ku buka sebelumnya. Ku coba tuk pejamkan mata, namun hal itu
tak berlangsung lama. Makanan sudah disuguhkan kepadaku dan kumakan sedikit
makanan yang telah diberikan dan meminum yang telah disediakan ibuku. Meski
sedikit, setidaknya dapat mengurangi kepenatan yang ada saat di pesawat. Dan
aku berusaha tidur lagi dalam posisi yang tidak begitu nyaman, namun tetap saja
tak bisa. Meski begitu tetap kulakukan secara berulang-ulang. 11.00 WITA, tiba
di Bandara Sepinggan dengan badan terasa lebih ringan dari sebelumnya. Saat itu
juga aku mengucapkan rasa syukurku kepada Tuhan Yang Maha Esa karena-Nya aku
bisa bertahan sampai tiba di Balikpapan. Lagi-lagi, aku harus menunggu dengan
waktu yang kurang lebih sama dengan sebelumnya untuk mengambil barang yang ada
di bagasi pesawat. Bukan karena mengeluh adalah sifatku, keadaan fisik yang
tidak sehat inilah yang membuatku merasa ingin selalu cepat. Namun, aku hanya
bisa bersabar sambil membantu melihat barang-barang yang lewat. 11.30 WITA,
barang yang sudah diambil tadi dibawa keluar dengan menggunakan troli. Sambil
menunggu taksi yang akan mengantarku, kujaga barang-barang bawaanku dan adikku
yang baru berusia 10 tahun. Selama perjalanan pulang kurang lebih 15-20 menit
itu, adikkulah yang merasa sangat tidak nyaman dengan taksi yang ditumpangi.
Taksi itu bergerak dengan sangat laju, seperti mobil F1 yang berusaha membalap
kendaraan lain. 12.00 WITA, aku dan keluargaku tiba di rumah. Kubantu bapakku
yang sedang mengangkat barang yang berat. Ibu membuka pintu dan masuk dengan
adikku, sementara aku duduk sejenak di teras sambil memandang dan berfikir
“keadaan disini berbeda dengan 3 minggu yang lalu”. Itulah yang aku rasakan
ketika memandang jalanan, lalu kulepas alas kaki yang sejak tadi kugunakan dan
segera masuk ke dalam rumah. Ku buka pakaianku dan ku ganti dengan pakaian yang
biasa kugunakan saat di rumah lalu pergi ke depan televise menonton acara
kesukaanku dan tidur di sana. Tak terasa badanku menjadi sangat panas, kedua
orang tuaku pun tak menyangka suhu badanku akan jadi setinggi itu. 6 Januari
2014, seharusnya aku sudah masuk sekolah. Ku putuskan untuk tidak masuk sekolah
dan ibu mengajakku untuk pergi memeriksakan diri ke dokter. Betapa
mengejutkannya, 40 derajat suhu tubuhku sejak semalam. Sampai dokter
menyarankan agar aku dirawat di rumah sakit karena dikhawatirkan aku mengidap
demam berdarah dan tifus. Namun aku menolak, aku takut jarum yang akan
mengalirkan cairan infuse itu akan melukaiku. Dokter pun menerima keputusanku,
aku diberi obat yang ahrus ku habiskan. 3 hari berada di rumah membuatku sangat
jenuh dan khawatir akan berapa banyak pelajaran yang akan ku lewatkan.
WILL BE CONTINUE....
No comments:
Post a Comment