Tuesday, February 4, 2014

MY TRUE STORY PART 1

Selasa 17 desember 2013, aku pergi ke kampung halaman dengan tujuan liburan dan berencana kembali ke tempat dimana aku tinggal pada hari Minggu 5 januari 2014. Setelah berada disana sekitar 3 minggu, aku kembali. Sebelumnya aku memang menikmati liburan yang sangat jarang ku lakukan setiap tahun. Namun, tanggal 4 januari 2014 aku mengalami hal yang tak pernah aku duga sebelumnya. Memang tidak parah apa yang sedang aku alami ini, namun hal itu sangat menggangguku yaitu sakit. Tak pernah ku sangka akan seperti ini, padahal sebelumnya aku tidak apa-apa. 5 januari 2014, sekitar pukul 04.00 WIB badanku mulai terasa sangat panas. Tidurku tidak nyenyak, aku harus selalu bangun dan berubah posisi untuk mendapatkan kenyamanan karena pada waktu itu aku terpaksa tidur bertiga dengan kedua orang tuaku yang saat itu sedang menginap ditempat salah satu saudara. 04.55 WIB, aku dibangunkan oleh suara adzan yang mengajakku untuk menunaikan ibadah shalat subuh. Apa daya, untuk membuka mataku aku tak sanggup apalagi membuat tubuhku bergerak bangun. 05.15 WIB, aku berusaha untuk membuka mataku dan bangun  tetapi yang hanya bisa ku lakukan hanyalah membuka mata sambil berusaha membuatku berpindah dari tempat tidur yang nyaman itu. 05.45 WIB, akhirnya aku bisa bangun dan melaksanakan shalat. Sebelum melaksanakan shalat, aku pergi ke kamar mandi lalu membasahi tubuhku dengan air yang tidak begitu hangat. Air itu sudah disiapkan oleh ibu yang sudah terlebih dahulu bangun. Setelah selesai dari kamar mandi dan mengenakan pakaian yang telah disiapkan, aku pun mulai melaksanakan shalat. Dalam shalatku aku berharap agar sakit yang kualami ini tidak akan mengganggu saat dalam perjalanan nanti. Kurapikan mukena yang telah aku gunakan tadi dan meletakkannya di tempat semula lalu pergi ke belakang untuk mengambil sarapan yang telah disiapkan oleh seorang wanita muda yang kebetulan bekerja di rumah saudaraku. Mungkin bagi yang sehat, sarapan dengan satu sendok nasi bahkan dikurangi lagi itu akan terlihat sangat sedikit. Namun bagiku itu sudah terasa sangat banyak ditambah sayur yang aku makan, sedikit terasa pahit dalam mulutku tetapi aku harus makan agar saat dalam perjalanan nanti bisa kuat berjalan. 06.30 WIB, perjalananku pun dimulai dengan menggunakan mobil yang sudah disediakan dengan seorang sopir yang tak lain adalah kakak sepupuku yang dengan senang hati bersedia mengantarku ke bandara. Aku menempuh perjalanan sekitar 30 menit, banyak makanan yang disuguhkan kepadaku namun aku tak ingin memakannya. Bukan karena tidak ingin atau takut merepotkan orang lain, hanya saja lidahku sudah menolaknya sebelum aku mengambilnya. 07.02 WIB, aku tiba di bandara dengan membawa barang-barang bawaan yang sangat berat. Lelah rasanya, bukan karena beban yang berat atau terlalu lama dalam kendaraan. Rasa sakit yang menyerang tubuhku membuatku tak kuat mengangkat barang, jangankan barang-barang itu kakiku pun tak sanggup ku angkat untuk melangkah. 07.30 WIB, dalam antrian yang sangat panjang itu aku terpaksa berdiri dan melawan rasa lelah itu. Sambil melihat pengunjung yang datang silih berganti, membuat rasa bosan dan penatku hilang. Anggap saja itu hiburan untuk saat ini, pikirku. 07.45 WIB, panggilan untuk segera menaiki pesawat yang akan ku naiki sudah terdengar. Aku dan beberapa orang yang akan pergi dengan tujuan yang sama panik. Dalam kepanikan yang tak jelas itu, aku baru ingat aku membuat orang yang mengantarku menunggu diluar gedung. Padahal sebelumnya ibu ku sudah berjanji akan perpamitan sebelum berangkat. Akhirnya, bapakku memutuskan untuk berpamitan hanya melalui telepon. Dalam keadaan terdesak itu untuk kedua kalinya aku terpaksa berdiri dan menunggu untuk waktu yang lama. Setelah selesai urusan yang amat penting itu, aku pergi ke pesawat. Betapa terkejutnya aku ternyata baru sedikit penumpang yang ada, kuberikan pertanyaan atas ketidaktahuanku itu kepada  bapakku. Panggilan mendesak yang seharusnya berangkat pukul 08.00 WIB itu bertujuan agar penumpang tidak terlalu lama menunggu di ruang tunggu. Tiba saat lepas landas, aku berharap perjalananku lekas dimulai. Ternyata itu hanya sekedar pemberitahuan, pada kenyataannya itu berlangsung hampir 30 menit untuk lepas landas. Pesawat pun mulai membentangkan sayapnya dan terbang tinggi. 2 jam perjalanan yang harus ditempuh selama di udara, hawa dingin yang menusuk tak terelakkan lagi. AC pesawat yang menyala telah dimatikan, namun hawa dingin yang menusuk itu tetap ada. Sesekali matahari lewat untuk memancarkan cahaya dan panasnya masuk melalui jendela pesawat yang telah ku buka sebelumnya. Ku coba tuk pejamkan mata, namun hal itu tak berlangsung lama. Makanan sudah disuguhkan kepadaku dan kumakan sedikit makanan yang telah diberikan dan meminum yang telah disediakan ibuku. Meski sedikit, setidaknya dapat mengurangi kepenatan yang ada saat di pesawat. Dan aku berusaha tidur lagi dalam posisi yang tidak begitu nyaman, namun tetap saja tak bisa. Meski begitu tetap kulakukan secara berulang-ulang. 11.00 WITA, tiba di Bandara Sepinggan dengan badan terasa lebih ringan dari sebelumnya. Saat itu juga aku mengucapkan rasa syukurku kepada Tuhan Yang Maha Esa karena-Nya aku bisa bertahan sampai tiba di Balikpapan. Lagi-lagi, aku harus menunggu dengan waktu yang kurang lebih sama dengan sebelumnya untuk mengambil barang yang ada di bagasi pesawat. Bukan karena mengeluh adalah sifatku, keadaan fisik yang tidak sehat inilah yang membuatku merasa ingin selalu cepat. Namun, aku hanya bisa bersabar sambil membantu melihat barang-barang yang lewat. 11.30 WITA, barang yang sudah diambil tadi dibawa keluar dengan menggunakan troli. Sambil menunggu taksi yang akan mengantarku, kujaga barang-barang bawaanku dan adikku yang baru berusia 10 tahun. Selama perjalanan pulang kurang lebih 15-20 menit itu, adikkulah yang merasa sangat tidak nyaman dengan taksi yang ditumpangi. Taksi itu bergerak dengan sangat laju, seperti mobil F1 yang berusaha membalap kendaraan lain. 12.00 WITA, aku dan keluargaku tiba di rumah. Kubantu bapakku yang sedang mengangkat barang yang berat. Ibu membuka pintu dan masuk dengan adikku, sementara aku duduk sejenak di teras sambil memandang dan berfikir “keadaan disini berbeda dengan 3 minggu yang lalu”. Itulah yang aku rasakan ketika memandang jalanan, lalu kulepas alas kaki yang sejak tadi kugunakan dan segera masuk ke dalam rumah. Ku buka pakaianku dan ku ganti dengan pakaian yang biasa kugunakan saat di rumah lalu pergi ke depan televise menonton acara kesukaanku dan tidur di sana. Tak terasa badanku menjadi sangat panas, kedua orang tuaku pun tak menyangka suhu badanku akan jadi setinggi itu. 6 Januari 2014, seharusnya aku sudah masuk sekolah. Ku putuskan untuk tidak masuk sekolah dan ibu mengajakku untuk pergi memeriksakan diri ke dokter. Betapa mengejutkannya, 40 derajat suhu tubuhku sejak semalam. Sampai dokter menyarankan agar aku dirawat di rumah sakit karena dikhawatirkan aku mengidap demam berdarah dan tifus. Namun aku menolak, aku takut jarum yang akan mengalirkan cairan infuse itu akan melukaiku. Dokter pun menerima keputusanku, aku diberi obat yang ahrus ku habiskan. 3 hari berada di rumah membuatku sangat jenuh dan khawatir akan berapa banyak pelajaran yang akan ku lewatkan.

WILL BE CONTINUE....